Indonesia adalah negara yang sedang tumbuh dan berkembang menjadi bangsa maju dan modern. Bahkan pada beberapa dekade mendatang (tahun 2050), Indonesia diramalkan menjadi salah satu negara dengan perekonomian paling maju dan pendapatan tinggi bersama Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Mexico. Untuk bisa meraih pencapaian tinggi di bidang ekonomi, bangsa Indonesia harus bekerja keras dalam menyiapkan penduduk usia muda produktif yang sehat, berpendidikan baik dan berakhlak mulia, sehingga tercipta sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk menopang pembangunan. Untuk itu, peninjauan ulang sistem pendidikan nasional merupakan langkah sangat mendesak melalui suatu reformasi menyeluruh.
Demikian pokok-pokok pikiran yang mengemuka dalam Seminar Nasional Membangun Pendidikan Bertaraf Internasional Menuju Indonesia Emas 2045 yang diselenggarakan oleh Yayasan Harapan Mukhlisin Indonesia (YAHMI) di Cahaya Rancamaya Islamic Boarding School Bogor pada hari Sabtu 4 Maret 2023.
Seminar yang dihadiri para Guru Besar berbagai perguruan tinggi dan ratusan praktisi serta pelaku pendidikan ini menampilkan pembicara kunci Sekjen Kemendikbud Dr. Ir. Suharti dan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia). Hadir sebagai narasumber yakni Prof. Dr. Laode M. Kamaludin (Rektor Universitas Insan Cita Indonesia), Guru Besar ITB yang juga Adikbud New Delhi 2014-2018 Prof. Dr. Iwan Pranoto, Guru Besar IPB Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, Guru Besar Unpad yang juga Adikbud Washington DC 2018-2022 Prof. Dr. Popy Rufaidah, O’real Women Scientist Awardee dan dosen UPI Bandung Dr. Fitri Khaerunisa serta Direktur Agama, Pendidikan dan Kebudayaan Bappenas Dr. Amich Alhumami, M.Ed. Seminar dipandu secara apik oleh Dr. Fahrus Zaman.
Ketua Umum YAHMI Dr. Berliana Kartakusumah, MPd, dalam sambutannya mengisyaratkan telah terjadi defisit akhlak mulia di Indonesia. Sementara Prof. Komaruddin Hidayat memaparkan perlunya sistem pendidikan yang berorientasi pada penguatan di bidang teknologi informasi tanpa perlu meninggalkan identitas ke-Indonesiaan serta penguatan dan konsistensi peran-peran pemerintah selaku pengambil kebijakan.
“Perkuat sains dan teknologi, namun tetap memiliki identitas ke-Indonesiaan. Kita juga perlu memberikan banyak pilihan kepada peserta didik tanpa perlu menjelekkan pilihan yang lain,” tegas mantan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah ini.
Prof. Iwan Pranoto mengemukakan pandangannya secara kompreshensif tentang perlunya sistem pendidikan yang tidak sekedar menghasilkan lulusan siap bekerja tetapi lulusan yang memiliki skill breeds skill atau suatu keterampilan yang melahirkan keterampilan baru.
Sementara itu Prof. Didin S. Damnhuri mengemukakan pandangan bahwa membangun peradaban menjadi tanggung jawab bersama seluruh bangsa Indonesia. Selama ini produk pendidikan di Barat yang berbasis pada tiga pilar (individualisme, sekularisme dan liberalisme) telah menjadi jalan bagi terjadinya krisis moral yang terbukti merusak sendi-sendi keluarga Indonesia.
“Karena itu perlu dibangun local science yakni sains yang berbasis pada nilai-nilai lokal terutama nilai-nilai ke-Islaman,” kata Prof. Didin.
Dalam kesempatan yang sama Prof. Laode M. Kamaludin yang merupakan Rektor pertama Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) mengungkapkan pentingnya memperbarui sistem pembelajaran dengan mempertimbangkan digital managemen sistem di era 4.0.
“Dengan sistem pembelajaran berbasis digital, tidak ada lagi jarak, maupun space yang menghambat proses pembelajaran, jadi bisa dilakukan secara anytime, dan everywhere”, jelasnya.
Selanjutnya mantan ketua Forum Rektor Indonesia tersebut melanjutkan bahwa untuk mewujudkan sistem pembelajaran berbasis digital, harus ada dukungan dari semua elemen bangsa.
“Semua elemen dalam sistem pendidikan harus saling mendukung untuk terciptanya digital leadership. Sehingga nantinya milenial-milenial yang sangat digital sekarang ini bisa ditampung di sekolah ataupun kampus yang saat ini masih berbasis offline”, ungkapnya.
Di akhir seminar, seluruh peserta mengamini usulan rekomendasi untuk merebut seluruh capaian-capaian peradaban (sains dan teknologi) di Barat dan Cina dengan tetap berbasis pada nilai-nilai tradisi terutama nilai-nilai ke-Islaman yang kuat sebagai fondasi melahirkan SDM unggul untuk menopang pembangunan namun memiliki akhlak mulia.