Harga minyak melonjak pada Senin (11/10/2021) ke level tertinggi dalam beberapa tahun, didorong naiknya permintaan global yang telah berkontribusi pada kekurangan listrik dan gas di negara ekonomi besar seperti Tiongkok.
Minyak mentah Brent naik US$ 1,26, atau 1,5% menjadi US$ 83,65 per barel setelah sempat mencapai US$ 84,60, tertinggi sejak Oktober 2018. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) patokan AS naik US$ 1,17, atau 1,5%, menjadi menetap US$ 80,52, setelah menyentuh level tertinggi sejak akhir 2014 atau7 tahun terakhir di US$ 82,18.
Pemulihan ekonomi telah meningkatkan permintaan energi di tengah lambatnya produksi minyak karena pengurangan dari negara-negara produsen selama pandemi, fokus dividen perusahaan minyak dan tekanan dari pemerintah beralih ke energi ramah lingkungan.
Seorang pejabat pemerintah AS pada Senin mengatakan Gedung Putih mendukung negara-negara penghasil minyak untuk “melakukan lebih banyak”.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, OPEC+, telah menahan pasokan meski harga telah naik. Pada bulan Juli, kelompok tersebut setuju meningkatkan produksi sebesar 400.000 barel per hari untuk memulihkan 5,8 juta barel per hari pembatasan pasokan yang tersisa dari kesepakatan 2020.
Harga listrik telah melonjak ke rekor tertinggi dalam beberapa pekan terakhir, didorong kekurangan energi yang meluas di Asia, Eropa, dan Amerika Serikat. Melonjaknya harga gas alam mendorong pembangkit listrik beralih ke minyak.
“Semuanya fokus pada kurangnya pasokan di saat permintaan meningkat,” kata analis minyak Kpler, Matt Smith.
Analis memperkirakan peralihan dari gas alam ke minyak dapat meningkatkan permintaan minyak mentah dari 250.000 menjadi 750.000 barel per hari.
Di India, beberapa negara bagian mengalami pemadaman listrik karena kekurangan batu bara. Sementara Pemerintah Tiongkok memerintahkan para penambang untuk meningkatkan produksi batu bara karena harga listrik melonjak.(*/cr2)
Sumber: beritasatu.com