Jakarta – Pendanaan dari pemerintah negara bagian DKI di Jakarta baru-baru ini menjadi kontroversi. Pasalnya, banyak organisasi dan lembaga yang dituding memiliki konflik kepentingan dalam pendanaan.
Contohnya dana hibah di Dinas Sosial DKI Jakarta yang dialokasikan kepada Yayasan Pondok Karya Pembangunan (YPKP) sebesar Rp 486 juta dan Yayasan Bunda Pintar Indonesia (BPI) sebesar Rp 900 juta dilansir beritasatu.com.
Dana hibah untuk kedua yayasan ini menjadi persoalan karena dinilai ada konflik kepentingan di mana YPKP merupakan yayasan yang dipimpin ayah Wagub Riza dan BPI merupakan yayasan yang memiliki keterkaitan dengan Wakil Ketua DPRD DKI Zita Anjani.
Selain itu, belakangan muncul polemik soal dana hibah di Biro Pendidikan dan Mentap Spiritual DKI kepada MUI DKI Jakarta Rp 10,6 miliar yang dikaitkan dengan pembentukancyber army oleh MUI DKI untuk membela Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Lalu bagaimana sebenarnya pengaturan dana hibah tersebut ?
Ketentuan dana hibah diatur dalam sejumlah peraturan perundangan-undangan, antara lain UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2019 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Dana Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber APBD.
Beritasatu.com merangkum beberapa ketentuan penting terkait dana hibah yang masuk dalam belanja hibah dalam postur APBD.
1. Pengertian hibah
Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, badan, lembaga, dan organsisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
2. Penerima hibah
a. Pemerintah pusat
b. Pemerintah daerah
c. BUMN/BUMD
d. Badan, lembaga, dan organsisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.
– badan dan lembaga nirlaba, sukarela dan sosial harus sudah memiliki keterangan terdaftar yang diterbitkan menteri, gubernur atau bupati/wali kota.
– badan dan lembaga nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok masyarakat atau kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan keberadaan diakui oleh pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah melalui pengesahan dan penetapan dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai dengan kewenangannya
– koperasi yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan memenuhi kriteria yang ditetapkan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
– organisasi berbadan hukum Indonesia adalah organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Yayasan atau perkumpulan yang telah mendapatkan pengesahan badan hukum dari kementerian yang membidangi urusan hukum dan HAM.
3. Syarat penerima hibah lembaga dan badan
– memiliki kepengurusan di daerah domisili
– memiliki keterangan domisili dari lurah atau kepada desa setempat atau sebutan lainnya
– berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah dan/atau berkedudukan di luar wilayah administrasi pemerintah daerah untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah pemberi hibah
4. Syarat penerima hibah organisasi kemasyarakatan
– telah terdaftar di Kemenkumham
– berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah bersangkutan
– memiliki sekretariat tetap di wilayah yang bersangkutan
5. Mekanisme penganggaran
– calon penerima menyampaikan usulan hibah secara tertulis kepada kepala daerah
– kepala daerah menunjuk SKPD terkait untuk melakukan evaluasi terkait usulan tersebut
– kepala SKPD menyampaikan hasil evaluasi kepada kepala daerah melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
– TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi dari SKPD terkait sesuai dengan prioritas dan kemampuna keuangan daerah
– rekomendasi kepala SKPD dan pertimbangan TAPD menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran hibah dalam rancangan KUA (Kebijakan Umum Anggaran) dan PPAS Prioritas Plafon Anggaran Sementara). Alokasi anggaran hibah ini berupa uang, barang dan/atau jasa
– kepala daerah mencantumkan daftar nama penerima hibah, alamat penerima dan besaran hibah dalam Lampiran III Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
6. Pelaksanaan dana hibah
– setiap pemberian hibah dituangkan dalam NPHD (naskah perjanjian hibah daerah) yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan penerima hibah
– NPHD memuat antara lain, pemberi dan penerima hibah, tujuan pemberian hibah, besaran/rincian penggunaan hibah yang diterima, hak dan kewajiban, tata cara penyaluran atau penyerahan hibah, tata cara pelaporan hibah
– kepala daerah dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani NPHD
– kepala daerah menetapkan daftar penerima dan besaran hibah dengan keputusan kepala daerah berdasarkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD
– daftar penerima hibah tersebut menjadi dasar penyaluran atau penyerahan hibah
– penyaluran hibah dilakukan setelah tandatangan NPHD
– pencairan hibah dalam bentuk uang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung
7. Pelaporan dan pertanggungjawaban
– penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan SKPD terkait
– penerima hibah berupa barang dan jasa menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada kepala daerah melalui SKPD terkait
– pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian hibah, antara lain:
a. usulan dari calon penerima hibah kepada kepala daerah
b. keputusan kepala daerah tentang penetapan daftar penerima hibah
c. NPHD
d. pakta integritas dari penerima hibah yang menyatakan bahwa hibah yang diterima akan digunakan sesuai dengan NPHD
e. bukti transfer uang atau serah terima barang dan jasa atas pemberian hibah
– penerima hibah bertanggung jawab secara formal dan materil atas penggunaan hibah
– pertanggungjawaban penerima hibah meliputi:
a. laporan penggunana hibah paling lambat tanggal 10 Januari tahun anggaran berikutnya
b. surat pernyataan bahwa hibah yang diterima telah digunakan sesuai NPHD paling lambat tanggal 10 Januari tahun anggaran berikutnya
c. bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah atas penggunaan hibah. Bukti-bukti ini disimpan dan dipergunakan oleh penerima hibah selaku obyek pemeriksaan
– realisasi hibah dicantumkan pada laporan keuangan pemerintah daerah dalam tahun anggaran berkenaan.
8. Monitoring dan evaluasi
– SKPD terkait melakukan monitoring dan evaluasi atas pemberian hibah
– Hasil monitoring dan evaluasi disampaikan kepada kepala daerah dengan tembusan kepada SKPD yang mempunyai tugas dang fungsi pengawasan.
– Jika ditemukan penggunaan dana hibah tidak sesuai dengan usulan yang disetujui, maka penerima hibah dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(*/cr2)